CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ribuan
Pangan Impor yang Dijual Online Ternyata Ilegal
Petugas Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) meletakkan barang bukti obat dan makanan ilegal ke
dalam tong saat akan dimusnahkan di halaman kantor BPOM, Jakarta (26/5).
Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta -
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyita pangan impor ilegal atau tanpa
izin edar sebanyak 7.762 kemasan. Makanan itu sebagian dijual secara online.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringa mengatakan barang-barang
ilegal itu ditemukan di gudang yang beralamat di Kompleks Pergudangan Elang
Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. "Kami sita kemarin malam
pukul 23.00," ujar Roy saat ditemui di kantornya, Kamis, 18 Juni 2015.
Makanan-makanan
tersebut, kata Roy, merupakan produk pangan olahan untuk bayi berupa
biskuit,cereal, dan camilan dengan merek Gerber asal Amerika. BPOM juga
menemukan 96 kemasan kosmetik ilegal yang terdiri atas sampo dan sabun bayi
asal Cina dengan nilai lebih dari Rp. 500 juta. “Kedua produk tersebut dijual secara
online”.
Ihwal palsu atau
tidaknya produk-produk tersebut, menurut Roy, BPOM masih melakukan penelitian.
Temuan tersebut menjadi persoalan yang mesti disikapi dengan serius karena
telah melanggar aturan yang berlaku. “Tetap saja berisiko untuk dikonsumsi.
Apalagi bayi ini merupakan kelompok yang rentan”.
Roy menambahkan,
pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika
terkait dengan temuan ini. Sebab, banyak produk impor ilegal yang dijual secara
online.
Roy mengimbau
masyarakat agar selalu teliti dan waspada dalam membeli produk online. Konsumen
mesti teliti dalam melihat kemasan, izin edar, dan kedaluwarsa. "Selama
bulan Ramadan ini akan sangat banyak muncul produk-produk yang tidak berizin
dan berbahaya," katanya.
Dari hasil pengawasan
pangan dan kosmetik yang dilakukan sejak 25 Mei hingga 18 Juni 2015, BPOM telah
menemukan 36.207 kemasan pangan tidak memenuhi ketentuan, yang terdiri atas
pangan ilegal 18.701 kemasan, 15.707 kemasan pangan kedaluwarsa, dan 1.799
kemasan pangan rusak. "Dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 1,5
miliar," tutur Roy. Selain itu, ditemukan 12.770 kosmetik ilegal yang
mengandung bahan berbahaya dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 257 juta.
Analisis :
Dapat kita lihat dalam kasus ini terjadi dimana penjual makanan
olahan untuk bayi, sampo dan sabun bayi yang diedarkan secara online maupun
langsung kepada konsumen tidak memiliki izin jual. Produk makanan olahan bayi
ini berasal dari Amerika dan dijual luas di indonesia. Barang tersebut disimpan
oleh penjual di Kompleks Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk,
Jakarta Utara. Walaupun belum terbukti barang tersebut mengandung bahan
berbahaya tetap akan diambil tindakan oleh kepolisian setempat. Dilihat dalam kasus
tersebut BPOM menemukan kemasan pangan kadaluarsa, rusak dan tidak memiliki
izin. Dan kita harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Tetapi di dalam
indonesia pengawan akan makanan, barang-barang, ataupun jasa belum mencukupi
atau untuk memberantas barang-barang berbahaya tersebut. Seharusnya kita
sebagai rakyat indonesia membantu memberantas barang-barang ilegal tersebut
dengan cara melaporkan kepada pihak kepolisian pada saat melihat hal yang
mencurigakan yang terjadi disekitar lingkungan kita.
Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa banyak
pelanggaran yang dikenakan oleh penjual tersebut antara lain :
·
Pasal 8 ayat 1 (g) menyatakan : tidak mencantumkan tanggal
kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas
barang tertentu
·
Pasal 8 ayat 2 menyatakan : Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
·
Pasal 8 ayat 4 menyatakan : Pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau
jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Para penjual
atau supplier akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran dalam pasal
diatas yaitu:
Pasal
62
1.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat
(1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal
63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa:
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
SUMBER :
0 komentar:
Posting Komentar