Feeds RSS

Senin, 02 Mei 2016

CONTOH KASUS DARI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

CONTOH KASUS HAKI ( HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL)
Pembajakan Musik Bunuh Kreativitas Anak Bangsa
Dewi Widya Ningrum – detikinet
Jakarta – Pembajakan di bidang musik dan lagu makin memprihatinkan, terlebih saat ini semakin mudah mendistribusikan lagu lewat internet. Bahkan penegakan hukum UU Hak Cipta (HaKI) masih jauh dari yang diharapkan. Di lain sisi, setiap pemilik hak cipta berhak mendapatkan perlindungan untuk setiap karyanya.
 Persoalan inilah yang coba diangkat menjadi bahan perbincangan hangat dalam diskusi “Pelanggaran Hak Cipta dan Penyebarluasan Musik MP3 melalui Internet” di Gedung AHU Departemen Hukum dan HAM, Jumat (25/4/2008).
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Dharma Oratmangun. Menurutnya, tata niaga industri musik di Indonesia sudah sangat primitif. “Bayangkan saja, lagu seorang kepala negara saja yaitu Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) tidak bisa dijaga oleh institusi hukum. Bagaimana dengan yang lain?” jelas Dharma memberikan contoh.
Mewakili PAPPRI, Dharma mengaku sudah mengadakan pertemuan dengan SBY dan membicarakan masalah pembajakan musik ini. SBY sendiri, lanjut Dharma, sangat concern dengan kasus pembajakan musik dan sudah memerintahkan PAPPRI untuk melakukan kajian-kajian mengenai masalah ini, termasuk tentang UU HaKI.
PAPPRI juga mendesak agar pemerintah mengatur dan segera melakukan restrukturisasi tata niaga industri musik di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa kalangan industri musik yang tidak mau transparan dalam pemberian royalti. Hal ini dikarenakan sistem kontrolnya tidak jalan.
“Parahnya lagi, ada industri yang tidak mau dikontrol. Padahal jelas-jelas mereka juga dirugikan. Kalau begini terus, lama-lama industri musik bisa mati,” ujarnya.

Kerugian terbesar yang ditimbulkan dalam pembajakan musik, menurut Dharma, adalah matinya budaya kreativitas dalam industri musik Indonesia yang tidak bisa diukur nilainya.


Sumber:


PENGERTIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ( HAKI)
Hukum mengatur beberapa macam kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum. Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
(1) Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;
(2) Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik.
(3) Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud. Berbeda dengan hak-hak kelompok pertama dan kedua yang sifatnya berwujud, Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebaginya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris intellectual property right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the creations of the human mind) (WIPO, 1988:3). Ruang Lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang memerlukan perlindungan hukum secara internasional yaitu :
1. Hak cipta dan hak-hak berkaitan dengan hak cipta.
2. Merek.
3. Indikasi geografis.
4. Rancangan industry.
5. Paten.
6. Desain layout dari lingkaran elektronik terpadu.
7. Perlindungan terhadap rahasia dagang (undisclosed information).
8. Pengendalian praktek-praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.
Pembagian lainnya yang dilakukan oleh para ahli adalah dengan mengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai induknya yang memiliki dua cabang besar yaitu :
1. Hak milik perindustrian/hak atas kekayaan perindustrian (industrial property right);
2. Hak cipta (copyright) beserta hak-hak berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights).
Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”. Perbedaan antara hak cipta (copyright) dengan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights) terletak pada subyek haknya.
Pada hak cipta subyek haknya adalah pencipta sedangkan pada hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta subyek haknya adalah artis pertunjukan terhadap penampilannya, produser rekaman terhadap rekaman yang dihasilkannya, dan organisasi penyiaran terhadap program radio dan televisinya. Baik hak cipta maupun hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta di Indonesia diatur dalam satu undang-undang, yaitu Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) UU .
Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP).
Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.Indikasi geographis merupakan tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis, termasuk alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Jadi, disamping tanda berupa merek juga dikenal tanda berupa indikasi geografis berkaitan dengan faktor tertentu. Merek dan indikasi geografis di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Merek (UUM).
JENIS HAKI
Sebenarnya ada 7 (tujuh) cabang hukum yang dianggap sebagai bagian dari HaKI oleh perjanjian TRIPS:
1. Hak Cipta (Copyright)
2. Merek (Trademark)
3. Paten (Patent)
4. Desain Industri (Industrial Design)
5. Desain Tata Letak Sirkit Terpadu (Layout Design ofIntegrated Circits)
6. Rahasia Dagang (Undisclosed Information)
7. Varietas Tanaman (Plant Varieties).
1. HAK CIPTA
Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 1 UUHC). Dikatakan hak khusus atau sering juga disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta dan tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta.
Hak khusus meliputi :
a. hak untuk mengumumkan;
b. hak untuk memperbanyak.
Pengaturan hak cipta
Diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.
Pendaftaran hak cipta
Pendaftaran hak cipta bukanlah merupakan persyaratan untuk memperoleh perlindungan hak cipta (pasal 5 dan pasal 38 UUHC). Artinya, seorang pencipta yang tidak mendaftarkan hak cipta juga mendapatkan perlindungan, asalkan ia benar-benar sebagai pencipta suatu ciptaan tertentu. Pendaftaran bukanlah jaminan mutlak bahwa pendaftar sebagai pencipta yang dilindungi hukum. Dengan kata lain Undang-Undang Hak Cipta melindungi pencipta, terlepas apakah ia mendaftarkan ciptaannya atau tidak.
Ciri Hak Cipta
Ciri-ciri utama Hak Cipta dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
2. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, haik seluruhnya atau sebagian karena: pewarisan, hibah, wasiat, dijadikan milik negara, perjanjian yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuari bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta tersebut (Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 6 Tahu 1982 tentang Hak Cipta).
3. Hak yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula Hak Cipta yang tidak diumumkan, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menja milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat disita (Pasal Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
Ciptaan yang dilindungi 
Setelah mengetahui ciri-ciri hak cipta, perlu juga diketahui karya-karya yang dilindungi oleh Hak Cipta di Indonesia. Karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra atau Ciptaan dilindungi oleh UU Hak Cipta No. 19 tahun 2002, yaitu:
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan dan semua karya tulis lainnya;
b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan,pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, kaligrafi, seni pahat, seni patung,   kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dan hasil pengalihwujudan.
Selain hak eksklusif bagi pencipta suatu ciptaannya, pencipta juga mempunyai hak ekonomi. Hak Ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya.
Hak Ekonomi ini pada setiap Undang-undang Hak Cipta selalu berbeda, baik terminologinya, jenis hak yang diliputinya, ruang lingkup dari tiap jenis hak ekonomi tersebut. Secara umumnya setiap negara, minimal mengenal, dan mengatur hak ekonomi tersebut meliputi jenis hak:
1. Hak reproduksi atau penggandaan (reproduction right),
2. Hak adaptasi (adaptation right);
3. Hak distribusi (distribution right);
4. Hak pertunjukan (public performance right);
5. Hak penyiaran (broadcasting right);
6. Hak programa kabel (cablecasting right);
7. Droit de Suite;
8. Hak pinjam masyarakat (public lending right).
Pencipta selanjutnya memiliki Hak Moral, Hak moral adalah hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi pencipta, konsep hak moral ini berasal dari sistern hukum kontinental yaitu dari Perancis. Menurut konsep hukum kontinental hak pengararang (droit d auteur, author rights) terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilaai ekonomi seperti uang, dan hak moral menyangkut perlindungan atas reputasi si pencipta.
Pemilikan atas hak cipta dapat dipindahkan kepada piihak lain, tetapi moralnya tetap tidak terpisahkan dari penciptanya. Hak moral merupakan hak yang khusus serta kekal yang dimiliki si pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak di pisahkan dari penciptanya. Hak moral ini mempunyai 3 dasar, yaitu hak untuk mengumumkan (the right of publication); hak paterniti (the right of paternity) dan hak integritas (the right of integrity). Sedangkan Komen dan Verkade menyatakan bahwa hak moral yang dimiliki seorang pencipta itu meliputi:
1. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan;
2. Larangan mengubah judul;
3. Larangan mengubah penentuan pencipta;
4. Hak untuk mengadakan perubahan.
Selain hak cipta yang bersifat orisinal (asli), juga dilindunginya hak turunannya yaitu hak salinan (neighbouring rights atau ancillary rights). Perlindungan hak salinan ini hanya secara khusus hanya tertuju pada orang-orang yang berkecimpung dalam bidang pertunjukan, perekaman, dan badan penyiaran.
Karena hak cipta merupakan kekayaan intelektual yang dapat dieksploitasi hak-hak ekonominya seperti kekayaan-kekayaan lainnya, timbul hak untuk mengalihkan kepemilikan atas hak cipta melalui cara penyerahan untuk penggunaan karya hak cipta. Sehingga secara otomatis terjadi pengalihan keseluruhan hak-hak ekonomi yang dapat dieksplotasi dari suatu ciptaan kepada penerima hak/pemegang hak cipta dalam jangka waktu yang di setujui.
2. PATEN
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Undang-undang Paten).
Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
a. Proses
b. Hasil produksi
c. Penyempurnaan dan pengembangan proses
d. Penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi
Pengaturan Paten diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 atau Undang-Undang Paten (UUP) saja.
Pemberian Paten
Penemuan diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses pengajuan permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia di Jakarta). Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
b. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
c. Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
3. MEREK
Tanda yang berupa gambar, nama,kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Pengaturan Merek diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 atau dapat juga disingkat Undang-Undang Merek (UUM).
Pendaftaran Merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kantor Merek. Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 Undang-Undang Merek yaitu :
a. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c. Tanda yang telah menjadi milik umum.
d. Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.


CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN

CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ribuan Pangan Impor yang Dijual Online Ternyata Ilegal

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgx4kyYPo8zBuDC8WN8PQpuaVSOLpa0VsXt5Rw2pEOEr760SGJNneW04CYAP2IvO18qkoQPxx_cLgQcGGK5r-TvdLWJbSe3ZFicZJi2p_gUTh-yt84QtAg0rl40HWmlxF-1A4U8YJ8L5MA/s400/pangan+impor.jpg


Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meletakkan barang bukti obat dan makanan ilegal ke dalam tong saat akan dimusnahkan di halaman kantor BPOM, Jakarta (26/5). Tempo/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyita pangan impor ilegal atau tanpa izin edar sebanyak 7.762 kemasan. Makanan itu sebagian dijual secara online. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringa mengatakan barang-barang ilegal itu ditemukan di gudang yang beralamat di Kompleks Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. "Kami sita kemarin malam pukul 23.00," ujar Roy saat ditemui di kantornya, Kamis, 18 Juni 2015.

Makanan-makanan tersebut, kata Roy, merupakan produk pangan olahan untuk bayi berupa biskuit,cereal, dan camilan dengan merek Gerber asal Amerika. BPOM juga menemukan 96 kemasan kosmetik ilegal yang terdiri atas sampo dan sabun bayi asal Cina dengan nilai lebih dari Rp. 500 juta. “Kedua produk tersebut dijual secara online”.


Ihwal palsu atau tidaknya produk-produk tersebut, menurut Roy, BPOM masih melakukan penelitian. Temuan tersebut menjadi persoalan yang mesti disikapi dengan serius karena telah melanggar aturan yang berlaku. “Tetap saja berisiko untuk dikonsumsi. Apalagi bayi ini merupakan kelompok yang rentan”.
Roy menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait dengan temuan ini. Sebab, banyak produk impor ilegal yang dijual secara online. 

Roy mengimbau masyarakat agar selalu teliti dan waspada dalam membeli produk online. Konsumen mesti teliti dalam melihat kemasan, izin edar, dan kedaluwarsa. "Selama bulan Ramadan ini akan sangat banyak muncul produk-produk yang tidak berizin dan berbahaya," katanya.

Dari hasil pengawasan pangan dan kosmetik yang dilakukan sejak 25 Mei hingga 18 Juni 2015, BPOM telah menemukan 36.207 kemasan pangan tidak memenuhi ketentuan, yang terdiri atas pangan ilegal 18.701 kemasan, 15.707 kemasan pangan kedaluwarsa, dan 1.799 kemasan pangan rusak. "Dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 1,5 miliar," tutur Roy. Selain itu, ditemukan 12.770 kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 257 juta.


Analisis :

          Dapat kita lihat dalam kasus ini terjadi dimana penjual makanan olahan untuk bayi, sampo dan sabun bayi yang diedarkan secara online maupun langsung kepada konsumen tidak memiliki izin jual. Produk makanan olahan bayi ini berasal dari Amerika dan dijual luas di indonesia. Barang tersebut disimpan oleh penjual di Kompleks Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Walaupun belum terbukti barang tersebut mengandung bahan berbahaya tetap akan diambil tindakan oleh kepolisian setempat. Dilihat dalam kasus tersebut BPOM menemukan kemasan pangan kadaluarsa, rusak dan tidak memiliki izin. Dan kita harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Tetapi di dalam indonesia pengawan akan makanan, barang-barang, ataupun jasa belum mencukupi atau untuk memberantas barang-barang berbahaya tersebut. Seharusnya kita sebagai rakyat indonesia membantu memberantas barang-barang ilegal tersebut dengan cara melaporkan kepada pihak kepolisian pada saat melihat hal yang mencurigakan yang terjadi disekitar lingkungan kita.

          Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa banyak pelanggaran yang dikenakan oleh penjual tersebut antara lain :


·                     Pasal 8 ayat 1 (g) menyatakan : tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
·                     Pasal 8 ayat 2 menyatakan : Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
·                     Pasal 8 ayat 4 menyatakan : Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
          Para penjual atau supplier akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran dalam pasal diatas yaitu:
Pasal 62
1.             Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2.             Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.             Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63

          Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa:

a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.


SUMBER :


PENGERTIAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. KONSUMEN 
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

1.   Hak-hak konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.  Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut:
1.   Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
2.   Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
3.   Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
4.   Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
5.   Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.   Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
7.   Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1.   Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2.   Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3.   Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4.   Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.


B. PELAKU USAHA
Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
1)      Hak Pelaku Usaha. Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1.   Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2.   Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.   Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4.   Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5.   Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2)      Kewajiban Pelaku Usaha. Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1.   Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2.   Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3.   Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4.   Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5.   Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;


C. BARANG USAHA
Barang Usaha adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

D. PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsibarang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
33.                Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
34.                Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
35.                Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
36.                Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
37.                Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
38.                Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
39.                Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen